Meskipun peran baja sangat vital bagi perkembangan perekonomian Indonesia, pemerintah selama ini tidak terlihat memberikan perhatian maksimal agar Indonesia dapat memenuhi konsumsi baja di dalam negeri secara mandiri. PT Krakatau Steel sebagai salah satu BUMN milik pemerintah adalah satu-satunya perusahaan dalam negeri yang menyuplai kebutuhan baja nasional. Meskipun PT Krakatau Steel merupakan harapan terbesar bagi Indonesia untuk mandiri dalam produksi baja, namun produksi baja oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2013 sebesar 2,3 juta ton belum mampu mengimbangi kebutuhan baja nasional.
Adanya selisih antara produksi baja nasional permintaan baja nasional yang mencapai 11 juta ton, mengharuskan pemerintah mengimpor kekurangan tersebut dari negara lain. Hal yang lebih miris, untuk memproduksi baja tiap tahunnya, PT Krakatau Steel harus mengimpor pellet sebagai bahan baku dalam memproduksi baja dari swedia dan brazil. Bisa dikatakan bahwa saat ini industri baja nasional masih sangat rapuh dan sangat tergantung dengan negara lain.
Potensi bijih besi Indonesia bisa dibilang besar, yaitu sekitar 320 juta ton pertahun. Sayangnya kualitas bijih besi di Indonesia masih rendah. Ketidakmampuan Indonesia dalam mengolah bijih besi ini yang menyebabkan Indonesia belum bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan baja nasional. Dibutuhkan usaha ekstra dan penelitian yang instens agar mampu memanfaatkan potensi bijih besi Indonesia.
Diangkatnya presiden baru Republik Indonesia, Joko Widodo, membawa angin segar bagi industri baja nasional mengingat salah satu janji beliau adalah meningkatkan kemitraan antara industri dan perguruan tinggi dalam kerja sama R&D pengetahuan dan teknologi yang dapat diaplikasikan untuk memperkuat daya saing industri manufaktur nasional.
Untuk jangka pendek, pemerintah bisa menggandeng perusahaan asing untuk bergabung dengan Krakatau Steel agar mampu memingkatkan produksi dan terjadi transfer teknologi. Secara bersamaan pemeritah bisa tetap mengembangkan R&D, terutama di perguruan tinggi dengan memberi bantuan dana dan pusat-pusat riset di dalam perguruan tinggi dengan pengajar dari luar negeri yang sudah jauh lebih ahli. Selain itu, pemerintah juga harus merangsang R&D oleh pihak swasta dengan memberi insentif dan keringanan pajak.
Penulis: Wanda Yusuf Alvian, Mahasiswa Institut Teknologi Bandung
Posting Komentar