28 Oktober 1928, kita kenal sebagai Hari Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda yang merupakan peristiwa bersejarah dikenal sebagai salah satu tonggak bersatunya bangsa Indonesia. Para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul bersama di Kongres Pemuda. Pada saat itulah dihasilkan tiga hal penting: bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Pada Kongres Pemuda ini pula lagu Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan oleh Wage Rudolf Soepratman melalui gesekan biolanya.
Dalam sejarah bangsa ini, Pemuda selalu menjadi penggerak kebangkitan bangsa. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah contoh nyata. Selain itu, peristiwa lain yang menunjukkan betapa pentingnya peran pemuda adalah Peristiwa Rengasdengklok, 16 Agustus 1945. Para Pemuda pada saat itu yang dipimpin Soekarni, Wikana, serta Chairul Saleh menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok dengan satu tujuan: mendesak mereka agar mempercepat proklamasi Indonesia. Upaya ini akhirnya berhasil, esok harinya, 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sekali lagi pemuda memainkan peran penting bagi bangsa.
Peran pemuda dalam sejarah bangsa terus berlanjut, gerakan mahasiswa 1966 adalah kisah lainnya. Dilatarbelakangi kondisi pemerintahan saat itu, gerakan mahasiswa pada 1966 menjadi awal kebangkitan mahasiswa secara nasional. Mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) ini memunculkan Tri Tura (Tiga tuntutan rakyat), yakni: Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya; perombakkan Kabinet Lamira; dan turunkan harga sembako. Serangkaian demonstrasi yang dilakukan akhirnya berujung pada Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang menandai akhirnya Orde Lama dan membuka Orde Baru.
Pemuda lagi-lagi menunjukkan perannya pada tahun 1998. Mahasiswa menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).. Peristiwa 1998 ini juga diiringi dengan berbagai tindakan represif pemerintah yang mengakibatkan tragedi-tragedi seperti Tragedi Cimanggis, Tragedi Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, serta Tragedi Lampung. Tindakan represif ini mengakibatkan tewasnya aktivis mahasiswa, sipil dan ratusan korban luka. Paling fenomenal adalah ketika mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR / MPR. Pada akhirnya Presiden Soeharto saat itu melepaskan jabatannya sekaligus menandai berakhirnya Orde Baru menuju Orde Reformasi. Ini menjadi salah satu gerakan terbesar mahasiswa karena mengubah tatanan kehidupan.
Kini, kondisi bangsa telah berubah, 86 tahun pasca Sumpah Pemuda, kondisi pemuda Indonesia pun berbeda. Serangkaian aksi dan gerakan pemuda atau mahasiswa pada masa lalu tentunya didasari rasa cinta terhadap Indonesia. Rasa cinta yang menggelora itu dibarengi pula oleh kecerdasan intelektual, ketajaman berpikir, dan semangat pergerakan.
Sekarang mungkin berbeda, rasa cinta negeri sendiri tak sekuat dulu. Dari segi budaya misalnya, pemuda Indonesia kini barangkali lebih hafal dan lebih mengenal budaya asing dibanding budaya sendiri. Ramai pemuda-pemuda sekarang ini menggandrungi budaya Korea Selatan, Jepang dan lainnya, lalu lupa akan budaya Indonesia atau budaya di daerahnya sendiri.
Ada dua kebiasaan yang kini mulai berkurang di kalangan pemuda dan mahasiswa: banyak membaca dan berdiskusi. Padahal, dua hal inilah yang memengaruhi kualitas seseorang. Dua hal ini juga akan melatih ketajaman berpikir, analisis, serta masuknya pengetahuan, wawasan, dan inspirasi. Tentunya masih ada memang yang gemar membaca dan berdiskusi, namun jumlahnya sedikit.
Di momen 86 tahun Sumpah Pemuda, sudah saatnya pemuda Indonesia kembali memaknai Sumpah Pemuda, berefleksi dan membayangkan bagaimana dulu para pemuda dari berbagai daerah berkumpul untuk bangsa Indonesia. Indonesia kini sudah merdeka, namun semangat Sumpah Pemuda jangan sampai luntur, mungkin hanya tujuannya yang sedikit berbeda, tujuannya kini bagaimana agar bangsa ini bisa jauh lebih baik dan bermartabat.
Dengan segala potensi, kekreatifan, semangat dan keaktifan para pemuda, Indonesia tentunya harus bisa menjadi negara yang maju dan berkembang pesat.
Penulis: Firman Maulana, Mahasiswa Program Studi Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran Angkatan 2012
Posting Komentar